Denpasastra.net

Refleksikan Banjir Besar di Bali, Dialog Dini Hari Rilis Single “Bandang”

Grup musik folk asal Bali, Dialog Dini Hari, merilis single terbaru berjudul “Bandang” pada 28 Oktober 2025 di bawah label Rain Dogs Records.

Lagu ini menjadi refleksi atas banjir besar yang melanda Denpasar pada awal September lalu, serta kritik terhadap krisis lingkungan dan tata ruang yang kian abai terhadap keseimbangan alam.

Lewat single “Bandang”, Dialog Dini Hari menyuarakan keresahan ekologis melalui lirik yang puitis sekaligus tajam. Baris seperti “Pohon diganti istana batu, akar diganti fondasi rapuh” dan “Air akan selalu datang, menyingkap wajah palsu kebijakan” menjadi sindiran terhadap pembangunan yang menyingkirkan alam, dan terhadap manusia yang menormalisasi bencana.

Dalam unggahan di akun Instagram resminya, band ini menulis, “Ini bukan sekadar lagu, tapi refleksi tentang bagaimana kita perlahan menormalisasi bencana. Bali hanyalah contoh di mana pariwisata mengaburkan batas antara kemajuan dan kelalaian.”

Ungkapan tersebut mempertegas posisi Dialog Dini Hari sebagai kelompok musik yang melihat Bali bukan hanya sebagai tempat, tetapi sebagai cermin dari persoalan global tentang eksploitasi ruang, keserakahan, dan kehilangan arah ekologis.

Sebelum dirilis secara digital, “Bandang” pertama kali diperdengarkan pada 27 September 2025 di Kedai Kopi Bukit Selatan, Denpasar, dalam forum diskusi yang diinisiasi oleh komunitas Di Titik Kumpul dan Bukit Selatan. Lokasi acara itu sendiri hanya beberapa ratus meter dari titik luapan Tukad Badung, tempat banjir bandang Denpasar bermula.

Malam itu Denpasastra turut hadir dan mencatat momen tersebut sebagai salah satu momen budaya penting yang merekam keterhubungan antara musik, kota, dan krisis lingkungan.

Video musik “Bandang” disutradarai oleh Elisa Wettstein, menampilkan visual sederhana dengan nuansa kelam yang memperkuat atmosfer renungan. Proses rekaman dilakukan di Uma Pohon Studio, sementara mixing dan mastering dikerjakan oleh Deny Surya di Lengkung Langit Studio.

Baca Juga  Tujuh Tahun Hiatus, Scared Of Bums Gelar Pesta Sesi Dengar Materi Baru

Dengan “Bandang”, Dialog Dini Hari menegaskan kembali konsistensinya sebagai suara yang menyanyikan keresahan ekologis dengan kelembutan. Di tengah gegap pembangunan dan pariwisata, lagu ini menjadi pengingat: ketika manusia berhenti mendengar alam, air akan berbicara dengan caranya sendiri.

Tanggapi Tulisan Ini

Yay
Meh
Terima kasih. Responmu menjadi bagian dari arsip bacaan ini.

Klab Baca Kerumitan Sastra

Dapatkan kolom mingguan Kerumitan Sastra langsung ke inbox kamu setiap Minggu pagi. Gratis, tanpa spam.

Baca Kebijakan Privasi untuk info perlindungan data lebih lanjut

Baca Juga

Jegog Spirit Fest 2025 Siap Digelar di Jembrana, Hadirkan 90 Sekhe Jegog dan 1.500 Seniman

Redaksi

Nusa Fantasma: Hantu Banda dan Nyanyian dari Laut

Preman Laut

Mendengarkan Album ‘Painting of Life’ – UTBBYS dalam Jebakan AI Hari Ini

Preman Laut

Deva Dianjaya Rilis Album Perdana Pendevasaan, Tawarkan Nuansa Baru Musik Patah Hati

Preman Laut

SID Balik Lagi ke Dapur Rekaman! Album Baru Setelah Lama ‘Bertapa’?

Redaksi

Dari Banjir Bali ke Tragedi Sumatra: Solidaritas yang Menyebrangi Laut

Redaksi
Berita

Refleksikan Banjir Besar di Bali, Dialog Dini Hari Rilis Single “Bandang”

Grup musik folk asal Bali, Dialog Dini Hari, merilis single terbaru berjudul “Bandang” pada 28 Oktober 2025 di bawah label Rain Dogs Records.

Lagu ini menjadi refleksi atas banjir besar yang melanda Denpasar pada awal September lalu, serta kritik terhadap krisis lingkungan dan tata ruang yang kian abai terhadap keseimbangan alam.

Lewat single “Bandang”, Dialog Dini Hari menyuarakan keresahan ekologis melalui lirik yang puitis sekaligus tajam. Baris seperti “Pohon diganti istana batu, akar diganti fondasi rapuh” dan “Air akan selalu datang, menyingkap wajah palsu kebijakan” menjadi sindiran terhadap pembangunan yang menyingkirkan alam, dan terhadap manusia yang menormalisasi bencana.

Dalam unggahan di akun Instagram resminya, band ini menulis, “Ini bukan sekadar lagu, tapi refleksi tentang bagaimana kita perlahan menormalisasi bencana. Bali hanyalah contoh di mana pariwisata mengaburkan batas antara kemajuan dan kelalaian.”

Ungkapan tersebut mempertegas posisi Dialog Dini Hari sebagai kelompok musik yang melihat Bali bukan hanya sebagai tempat, tetapi sebagai cermin dari persoalan global tentang eksploitasi ruang, keserakahan, dan kehilangan arah ekologis.

Sebelum dirilis secara digital, “Bandang” pertama kali diperdengarkan pada 27 September 2025 di Kedai Kopi Bukit Selatan, Denpasar, dalam forum diskusi yang diinisiasi oleh komunitas Di Titik Kumpul dan Bukit Selatan. Lokasi acara itu sendiri hanya beberapa ratus meter dari titik luapan Tukad Badung, tempat banjir bandang Denpasar bermula.

Malam itu Denpasastra turut hadir dan mencatat momen tersebut sebagai salah satu momen budaya penting yang merekam keterhubungan antara musik, kota, dan krisis lingkungan.

Video musik “Bandang” disutradarai oleh Elisa Wettstein, menampilkan visual sederhana dengan nuansa kelam yang memperkuat atmosfer renungan. Proses rekaman dilakukan di Uma Pohon Studio, sementara mixing dan mastering dikerjakan oleh Deny Surya di Lengkung Langit Studio.

Baca Juga  Janet DeNeefe: "Bisakah Kebijaksanaan dan Inovasi Berdampingan?"

Dengan “Bandang”, Dialog Dini Hari menegaskan kembali konsistensinya sebagai suara yang menyanyikan keresahan ekologis dengan kelembutan. Di tengah gegap pembangunan dan pariwisata, lagu ini menjadi pengingat: ketika manusia berhenti mendengar alam, air akan berbicara dengan caranya sendiri.

Tanggapi Tulisan Ini

Yay
Meh
Terima kasih. Responmu menjadi bagian dari arsip bacaan ini.

Klab Baca Kerumitan Sastra

Dapatkan kolom mingguan Kerumitan Sastra langsung ke inbox kamu setiap Minggu pagi. Gratis, tanpa spam.

Baca Kebijakan Privasi untuk info perlindungan data lebih lanjut

Baca Juga

Morbid Monke: Anomali Sonik dari Denpasar

Preman Laut

8.414 Kata untuk Kontemplasi yang Tak Pernah Selesai: ‘Membaca Ulang’ Lagu-Lagu Peterpan

Preman Laut

Deva Dianjaya Rilis Album Perdana Pendevasaan, Tawarkan Nuansa Baru Musik Patah Hati

Preman Laut

Bukan Sekadar Festival Musik: Catatan dari UVJF 2025 dan Polemik Jazz Indonesia

Preman Laut

Tujuh Tahun Hiatus, Scared Of Bums Gelar Pesta Sesi Dengar Materi Baru

Redaksi

Nusa Fantasma: Hantu Banda dan Nyanyian dari Laut

Preman Laut
Beranda
Berita
Esai
Opini
Resensi