Denpasastra.net
Resensi

Kurt Cobain dan Panggung Perpisahan yang Tak Direncanakan

Di puncak kejayaan Nirvana, MTV Unplugged in New York menjadi salah satu momen paling ikonik dalam sejarah musik. Konser intim yang terekam rapi ini bukan sekadar pertunjukan, melainkan pernyataan sikap yang bertahan hingga era YouTube sekarang.

Dibuka dengan “About A Girl”, lagu yang sebelumnya kurang mendapat sorotan, konser ini sejak awal sudah menabrak pakem acara TV dan melawan arus kultur pop mainstream. Tanpa membawakan lagu-lagu hit seperti “Smells Like Teen Spirit”, “Heart-Shaped Box”, atau “Lithium”, Nirvana memilih setlist yang jauh dari ekspektasi penggemar kasual. Ditambah dengan dekorasi panggung yang muram—lilin hitam, karangan bunga, dan lampu kristal—keseluruhan atmosfer lebih menyerupai upacara duka daripada konser rock.

Bukan hanya setlist dan tata panggung yang melawan arus. Penampilan para personel pun terasa kaku, nyaris tanpa interaksi. Ini kontras dengan ekspektasi publik yang saat itu menempatkan Kurt Cobain sebagai “manusia setengah dewa” dalam dunia rock.

Alih-alih tampil sebagai rockstar yang menikmati puncak kejayaan, Kurt hadir dalam balutan sweater rajut longgar, kaos usang, dan jeans belel yang tampak belum dicuci berhari-hari. Sebuah sikap yang seakan menolak narasi “band kampung yang mendadak kaya”, setelah Nirvana melesat ke papan atas industri musik dan bahkan menyingkirkan Michael Jackson dalam semalam.

Hingga lagu terakhir, Nirvana terus membelakangi standar MTV. Bukannya menutup dengan encore penuh euforia, Kurt justru memilih “Where Did You Sleep Last Night”, lagu folk tradisional yang gelap dan menyayat. Sebelum intro bergulir, ia melontarkan kalimat yang tajam:

“Fuck you all, this is the last song of the evening.”

Dan sisanya adalah sejarah.

Mereka yang hadir malam itu mengungkapkan bagaimana lagu ini membawa pengalaman mendalam yang tak terlupakan. Vokal Kurt yang penuh emosi, memuncak pada bait terakhir di mana jeritannya terasa seperti ledakan kepedihan. Seolah-olah, di momen itu, ia menyalurkan seluruh kehancuran batinnya yang tak terucapkan.

Baca Juga  Re-Visiting The Brandals Album Pertama

Tak seorang pun menyangka, konser ini akan menjadi penampilan terakhir Nirvana yang direkam di depan publik. Empat bulan kemudian, Kurt Cobain menembak kepalanya sendiri.

Long live Kurt.
April 1994 – 2025

Beranda
Berita
Esai
Opini
Resensi