Di Karangasem, Bali, seorang petani jeruk bangun pagi dengan rutinitas yang sama: menyiram pohon, memeriksa buah, dan menimbang hasil panen. Namun ada satu hal yang berbeda dari lima tahun lalu. Kini, di samping timbangan tradisionalnya, ada ponsel pintar yang menjadi alat bantu baru.
Dulu, ia harus rela menjual hasil panennya ke tengkulak dengan harga miring. Uang kadang baru diterima berhari-hari kemudian, setelah pembeli di kota melunasi. Sekarang, lewat bantuan anaknya, ia bisa menawarkan jeruk langsung ke pembeli di Denpasar atau bahkan Surabaya. Pembayaran diterima seketika melalui aplikasi OCTO Mobile dari CIMB Niaga.
“Kalau dulu sering rugi, sekarang uang masuk cepat dan aman,” katanya.
Digitalisasi yang Mengubah Hidup
Kisah petani ini hanyalah satu dari jutaan cerita yang menggambarkan bagaimana digital banking mengubah kehidupan masyarakat. Bagi mereka yang dulu kesulitan akses perbankan, aplikasi di ponsel membuka jalan baru.
Data Bank Indonesia menunjukkan, nilai transaksi digital banking pada 2024 mencapai lebih dari Rp67.800 triliun, tumbuh 25% dibanding tahun sebelumnya. Angka itu bukan sekadar statistik, melainkan bukti bahwa masyarakat semakin nyaman dengan transaksi digital.
Bagi pelaku UMKM, digitalisasi berarti efisiensi. “Pembayaran bisa diterima real-time, saya tidak perlu lagi mencatat manual atau menunggu konfirmasi transfer,” ujar seorang pedagang kain di Pasar Ubud yang kini menerima pembayaran melalui QRIS.
OCTO Mobile: Dari Alat Transaksi ke Sahabat Sehari-hari
CIMB Niaga meluncurkan OCTO Mobile bukan hanya sebagai alat transaksi, tetapi juga sebagai super-app finansial. Aplikasi ini memungkinkan pengguna membayar tagihan listrik, membeli tiket konser, hingga berinvestasi reksa dana.
“Tujuan kami adalah menghadirkan layanan finansial yang mudah, aman, dan relevan dengan gaya hidup masyarakat,” ujar Lani Darmawan, Presiden Direktur CIMB Niaga.
Jumlah pengguna aktif OCTO Mobile pada 2024 tercatat lebih dari 10 juta, dengan volume transaksi Rp4.800 triliun. Pertumbuhan ini menandakan kepercayaan masyarakat terhadap layanan digital semakin menguat.
Inklusi Keuangan di Desa
Namun, cerita yang paling menyentuh justru datang dari desa. Di banyak wilayah, terutama Bali bagian timur dan Nusa Tenggara, digital banking menjadi jembatan untuk inklusi keuangan.
“Kalau harus ke bank di kota, butuh ongkos besar. Sekarang saya bisa menabung dari sini,” kata seorang nelayan di Amed yang menggunakan OCTO Mobile untuk menyimpan sebagian penghasilannya.
Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, UMKM menyumbang lebih dari 60% PDB nasional. Sayangnya, hanya sekitar 30% yang memiliki akses pembiayaan formal. Digital banking menjadi jalan untuk menutup kesenjangan itu.
Tantangan Literasi
Meski menjanjikan, adopsi digital banking tidak selalu mulus. Sebagian masyarakat, terutama generasi lansia, masih kesulitan beradaptasi. “Kalau salah klik bagaimana? Saya masih takut,” ujar seorang pedagang canang di Pasar Kreneng, Denpasar.
Inilah tantangan besar: literasi keuangan digital. CIMB Niaga merespons dengan program literasi di berbagai komunitas, termasuk pelatihan bagi UMKM. “Edukasi adalah kunci agar masyarakat bisa menggunakan layanan digital dengan percaya diri,” jelas Maria Handayani, Head of Digital Banking CIMB Niaga.
Keamanan sebagai Prioritas
Kekhawatiran lain adalah keamanan. Penipuan online dan kejahatan siber semakin marak. CIMB Niaga mengantisipasi dengan biometric authentication, enkripsi data, serta pemantauan transaksi berbasis AI.
“Kami tidak hanya menjual kemudahan, tetapi juga rasa aman,” kata Maria.
Namun, pihak bank menekankan bahwa keamanan juga tanggung jawab nasabah. Kampanye literasi digital terus dilakukan untuk mengingatkan masyarakat agar menjaga data pribadi dan waspada terhadap modus penipuan.
Dari Subak ke Digital Banking
Di Bali, sistem Subak mengajarkan bahwa air harus mengalir adil agar sawah tetap subur. Digital banking bekerja dengan filosofi yang sama: aliran transaksi harus lancar, cepat, dan merata, agar ekonomi rakyat tetap hidup.
CIMB Niaga, di usianya yang ke-70, menegaskan komitmen itu. Dari petani jeruk di Karangasem hingga pedagang kain di Ubud, dari mahasiswa di Denpasar hingga nelayan di Amed, digital banking memberi peluang yang sama.
Penutup
Digital banking bukan lagi milik kota besar. Ia kini meresap ke desa, mengubah cara petani, pedagang, dan nelayan mengelola penghasilan. Dari genggaman tangan, mereka bisa membuka akses baru menuju kesejahteraan.
Cerita-cerita kecil inilah yang menjadi warisan nyata CIMB Niaga di usia 70 tahun. Bahwa teknologi bukan hanya soal angka triliunan di laporan, tetapi soal bagaimana satu sentuhan ponsel bisa mengubah hidup seseorang. GP/Dewi Puspaningrum