Denpasastra.net
GP

Hijau yang Tumbuh dari Hal Kecil: Cerita UMKM dan Komitmen CIMB Niaga

Di sebuah gang kecil di pinggiran Bandung, tumpukan plastik bekas yang biasanya berakhir di tempat sampah kini berubah menjadi tas belanja, dompet, bahkan sepatu. Nur Aisyah, pemilik usaha kecil ini, tersenyum sambil menunjukkan produk hasil daur ulang bersama lima karyawannya.

“Saya dulu hanya ibu rumah tangga yang bingung dengan sampah plastik di sekitar rumah. Lalu saya coba bikin tas dari plastik bekas. Awalnya dijual ke tetangga, sekarang sudah bisa dipasarkan lewat media sosial,” ujarnya.

Namun, perjalanannya tidak selalu mulus. Tanpa modal, usahanya nyaris berhenti. “Saya tidak punya cukup uang untuk beli mesin press plastik. Bank besar biasanya menolak usaha sekecil ini,” katanya. Hingga akhirnya, CIMB Niaga memberikan akses kredit UMKM yang memungkinkan usahanya bertahan dan tumbuh.

Kini, ia bukan hanya menghasilkan pendapatan tambahan, tapi juga memberi pekerjaan bagi tetangganya. “Saya bahagia bisa membantu orang lain. Sekaligus, saya merasa ikut menjaga lingkungan,” katanya pelan.

Dari Sampah ke Harapan

Cerita Nur Aisyah hanyalah satu dari ribuan kisah UMKM hijau di Indonesia. Data Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan ada 65 juta UMKM yang berkontribusi 61% terhadap PDB nasional. Namun, hanya sebagian kecil yang benar-benar memiliki akses ke pembiayaan ramah lingkungan.

CIMB Niaga mencoba menutup kesenjangan itu. Pada 2024, bank ini menyalurkan lebih dari Rp10 triliun pembiayaan hijau. Dana tersebut tidak hanya mengalir ke proyek besar seperti energi terbarukan, tetapi juga UMKM ramah lingkungan yang sering luput dari perhatian.

“Kami percaya keberlanjutan tidak hanya lahir dari proyek skala besar, tapi juga dari hal-hal kecil yang dilakukan masyarakat sehari-hari,” ujar Lani Darmawan, Presiden Direktur CIMB Niaga.

Baca Juga  Di Balik Layar, Ada Bank yang Bekerja: Bagaimana CIMB Niaga Menjadi Tulang Punggung Gaya Hidup Digital Indonesia

Sustainability Beyond CSR

Bagi CIMB Niaga, keberlanjutan bukan sekadar program CSR yang berhenti pada penanaman pohon. Mereka mencoba menjadikannya bagian dari inti bisnis.

Digitalisasi cabang, misalnya, berhasil mengurangi penggunaan kertas hingga 40%. Kantor pusat mulai menggunakan energi terbarukan. Program internal mengajak karyawan mengurangi konsumsi plastik sekali pakai.

Di sisi eksternal, program Kejar Mimpi menjadi wadah edukasi bagi generasi muda. Selain literasi keuangan, anak-anak muda diajak memahami konsep ekonomi hijau dan tanggung jawab sosial.

“Saya baru sadar bahwa menabung di bank bisa menjadi pilihan etis. Kalau bank mendanai proyek hijau, artinya uang saya ikut menjaga bumi,” kata Ayu, seorang mahasiswa di Yogyakarta yang mengikuti workshop Kejar Mimpi.

Jejak Hijau di Proyek Besar

Selain mendukung UMKM, CIMB Niaga juga aktif dalam pembiayaan proyek skala nasional. Proyek pembangkit listrik tenaga surya di Jawa Tengah menjadi salah satu penerima pembiayaan. Energi bersih dari proyek ini akan memasok ribuan rumah tangga dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Bank ini juga terlibat dalam pembiayaan bus listrik di Jakarta. Transportasi ramah lingkungan ini tidak hanya mengurangi polusi udara, tetapi juga memberi alternatif mobilitas yang lebih sehat bagi masyarakat.

Tantangan dan Ironi

Meski komitmen keberlanjutan semakin kuat, tantangan tetap ada. Investasi hijau biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk balik modal. Banyak UMKM yang masih ragu karena proses pengajuan kredit dianggap rumit.

Di sisi lain, gaya hidup masyarakat sering kali kontradiktif. Kita bicara soal menjaga lingkungan, tapi masih menggunakan plastik sekali pakai. Kita mendukung transportasi ramah lingkungan, tapi tetap menambah kendaraan pribadi.

“Bank bisa menyalurkan kredit hijau, tetapi perubahan perilaku masyarakat juga penting,” kata Prof. Rudi Hartono, ekonom berkelanjutan dari Universitas Indonesia.

Baca Juga  Hijau yang Tak Hanya di Logo: Bagaimana CIMB Niaga Menyaring Masa Depan Lewat Pembiayaan Berkelanjutan

70 Tahun: Momentum Berkaca

Bagi CIMB Niaga, usia 70 tahun menjadi waktu yang tepat untuk berkaca. Dari ATM pertama di Indonesia pada 1987 hingga super-app OCTO Mobile hari ini, inovasi selalu menjadi DNA bank ini. Kini, inovasi itu diwujudkan dalam bentuk sustainability.

Warisan yang ingin ditinggalkan bukan hanya laporan laba, tetapi bumi yang masih layak huni. “Warisan terbaik bukanlah gedung tinggi, melainkan generasi berikutnya yang bisa hidup di lingkungan sehat,” kata Lani.

Penutup: Hijau yang Tumbuh dari Hal Kecil

Cerita Nur Aisyah dan UMKM kecil lain menunjukkan bahwa keberlanjutan tidak harus dimulai dari proyek raksasa. Ia bisa lahir dari dapur sederhana, dari plastik bekas yang dipres menjadi tas, dari usaha kecil yang diberi kesempatan tumbuh.

CIMB Niaga, dengan pembiayaan hijau, mencoba memastikan bahwa benih-benih kecil itu punya ruang untuk berkembang. Karena hijau bukan hanya warna daun atau simbol lingkungan, tapi juga harapan.

Dan di usia 70 tahun, CIMB Niaga menegaskan komitmennya: hijau yang tumbuh dari hal kecil bisa menjadi warisan besar bagi Indonesia. GP/Dewi Puspaningrum

Baca Juga

Satu Rumah Satu Pohon Adit Bangga Jadi Nasabah yang Turut Tanam Oksigen untuk Bumi

Writer

Layanan 24 Jam CIMB Niaga Bantu Nasabah Atasi Masalah Kapan Saja

Writer

Dari Senyum Teller hingga Layar Ponsel: Bagaimana Nasabah Merasa Didengar

Writer
Beranda
Berita
Esai
Opini
Resensi