Denpasastra.net
GP

Hijau, Seperti Janur yang Selalu Muda

Di Bali, hampir setiap hari kita melihat janur—daun kelapa muda yang ditekuk, dipilin, dan ditata menjadi penjor, canang, atau hiasan upacara. Janur melambai di depan rumah, di pura, di pasar, seakan mengingatkan bahwa hidup mesti terus segar, lentur, dan berulang.

Janur selalu muda, meski kelapa yang melahirkannya bisa setua ratusan bulan. Itulah simbol keberlanjutan: hidup tidak berhenti di satu generasi. Ada warisan yang mesti dijaga, ada keseimbangan yang harus ditegakkan.

Ketika CIMB Niaga merayakan 70 tahun perjalanannya, saya teringat janur. Sebab bank yang besar itu, entah disadari atau tidak, sedang mencoba menegakkan janur baru dalam dunia finansial: janur hijau bernama sustainability.

Kredit untuk Masa Depan

Di Tabanan, saya menemui seorang pengusaha kecil yang mengolah limbah kelapa menjadi arang ramah lingkungan. Usahanya sederhana: tungku bata, karung-karung berisi sabut, dan tenaga kerja lokal. Namun dari tempat sesederhana itu, lahir produk ekspor yang dibutuhkan pasar internasional.

“Ada pembeli dari Korea dan Jepang yang minta. Tapi saya perlu modal untuk memperbesar kapasitas,” katanya. Pinjaman dari CIMB Niaga datang, bukan karena usahanya besar, tapi karena usahanya ramah lingkungan.

Inilah wajah baru perbankan. Bukan hanya menyalurkan kredit pada yang pasti untung, tetapi juga pada yang memberi manfaat lebih luas: lingkungan yang bersih, komunitas yang berdaya.

Data CIMB Niaga menunjukkan, pada 2024 mereka menyalurkan lebih dari Rp10 triliun pembiayaan hijau. Dari energi surya, transportasi listrik, hingga UMKM ramah lingkungan. Angka itu bukan sekadar statistik, melainkan kisah nyata orang-orang kecil yang usahanya kini punya sayap.

Bali dan Krisis Lingkungan

Bali yang cantik tak pernah lepas dari ironi. Sungai-sungai yang dulu jernih kini dipenuhi plastik. Pantai yang dulu lengang kini menanggung sampah turis. Di Ubud, suara gamelan bersaing dengan bising sepeda motor.

Baca Juga  Di Balik Layar, Ada Bank yang Bekerja: Bagaimana CIMB Niaga Menjadi Tulang Punggung Gaya Hidup Digital Indonesia

Dalam konteks inilah, kata sustainability tidak lagi terdengar sebagai jargon seminar, melainkan kebutuhan sehari-hari. Jika ekonomi dibiarkan berlari tanpa henti, alam bisa tumbang. Dan ketika alam tumbang, ekonomi itu ikut ambruk.

Perbankan punya posisi unik. Ia ibarat aliran darah: menentukan ke mana uang mengalir, siapa yang hidup, siapa yang layu. Maka, ketika CIMB Niaga memutuskan tidak lagi membiayai proyek batu bara baru, itu bukan hanya keputusan bisnis, melainkan pernyataan moral.

Kejar Mimpi, Kejar Kesadaran

Namun keberlanjutan bukan hanya soal kredit miliaran. Ia juga soal kesadaran. CIMB Niaga meluncurkan program Kejar Mimpi, yang mengajak generasi muda berpikir tentang masa depan: bagaimana menabung dengan etis, bagaimana memilih gaya hidup ramah lingkungan, bagaimana menghubungkan mimpi pribadi dengan keberlanjutan bersama.

Di sebuah kampus di Denpasar, saya menyaksikan mahasiswa mengikuti workshop literasi keuangan hijau. Mereka berdiskusi bukan hanya soal investasi, tapi juga soal bumi. “Saya baru tahu kalau menaruh uang di bank yang mendanai proyek hijau artinya saya ikut berkontribusi,” kata seorang mahasiswa.

Kalimat sederhana itu membuat saya tersenyum. Ternyata janur hijau bisa tumbuh di kepala anak-anak muda, sepanjang ada yang menanamkannya.

Tetapi sekali lagi, mari jujur. Di sisi lain Bali, saya juga melihat vila-vila baru yang menggerus sawah. Turis datang dengan pesawat yang membakar avtur. Hotel-hotel mewah menyalakan AC siang-malam. Lalu kita bicara tentang sustainability sambil menyesap kopi impor di kafe instagramable.

Ironi ini menggelitik. Apa artinya bank menyalurkan kredit hijau jika gaya hidup kita masih merah bata? Namun barangkali di situlah peran bank: menjadi penyeimbang di tengah arus yang sering kali berlawanan. Menyalurkan dana ke arah yang benar, sambil perlahan-lahan mengubah arah kesadaran.

Baca Juga  Hijau yang Tak Hanya di Logo: Bagaimana CIMB Niaga Menyaring Masa Depan Lewat Pembiayaan Berkelanjutan

70 Tahun dan Janur Hijau

Jika kita lihat perjalanan CIMB Niaga sejak 1955, ada benang merah inovasi: ATM pertama, digital banking, smart branch. Kini inovasi itu berwujud komitmen hijau.

Presiden Direktur CIMB Niaga, Lani Darmawan, mengatakan, “Sustainability bukan pilihan, tapi kewajiban. Kami ingin memastikan bahwa apa yang kami lakukan hari ini masih relevan untuk generasi mendatang.”

Pernyataan itu mengingatkan saya pada janur: selalu muda, selalu segar, selalu relevan, meski pohon kelapanya sudah renta.

Janur di Halaman Masa Depan

Sore itu, di sebuah pura kecil di pinggiran Tabanan, janur melambai diterpa angin. Seorang anak kecil menunjuk penjor sambil bertanya, “Kenapa janurnya muda, bukan tua?” Sang ayah menjawab singkat, “Karena yang muda itu hidup.”

Barangkali di situlah pelajaran yang bisa kita petik. Perbankan hanya akan hidup jika terus muda, terus hijau, terus berkelanjutan.

Dan CIMB Niaga, di usia 70, tampak sedang mencoba menjadi janur itu: selalu muda, selalu hijau, selalu menjadi bagian dari upacara kehidupan bangsa. GP/PRANITA DEWI

Baca Juga

OCTO Mobile Membuat Pengalaman Perbankan Sehari-hari Lebih Praktis dan Personal

Writer

Di Balik Layar, Ada Bank yang Bekerja: Bagaimana CIMB Niaga Menjadi Tulang Punggung Gaya Hidup Digital Indonesia

Writer

Satu Rumah Satu Pohon Adit Bangga Jadi Nasabah yang Turut Tanam Oksigen untuk Bumi

Writer
Beranda
Berita
Esai
Opini
Resensi