Denpasastra.net
Esai

Di Jalan Tertulis Jejak Luka, Pemerintah Tak Bisa Membacanya

‘Akhirnya Masup Tipi’ dulu kita nyanyikan sambil tertawa getir, seakan hidup hanyalah menunggu kamera menoleh. Lagu Melbi itu lahir sebagai satire, tapi kini berubah menjadi ratapan yang menyayat.

Affan Kurniawan, seorang pekerja ojek online, akhirnya benar-benar masuk ke layar kaca. Namun ia masuk bukan sebagai bintang, melainkan sebagai korban rantis Brimob di tengah aksi demonstrasi semalam di Jakarta.

Namanya kini bergema di jalan seluruh pelosok bangsa bersama gas air mata, spanduk terbakar, dan teriakan massa. Setiap suara yang menyebut Affan adalah gema dari luka kolektif yang tak kunjung sembuh.

Jalan ini sudah lama menyimpan jejak luka: mahasiswa dipukul, buruh ditendang, rakyat kecil dibungkam. Affan hanya menambah satu nama lagi ke dalam daftar panjang penderitaan itu.

Tapi justru di situlah ia hidup dalam pergerakan. Semoga wajahnya terus menyala di setiap spanduk, suaranya hidup di pekik massa, dan darahnya menyatu dengan aspal yang kita injak.

Hari-hari ke depan kita akan terus turun ke jalan bukan sekadar untuk mengenangnya. Kita turun untuk memastikan jejak luka ini terbaca, dan pemerintah tak lagi bisa berpura-pura buta.

Karena di jalan sudah banyak tertulis jejak luka, dan kali ini kita akan memaksa pemerintah untuk membacanya.

Al-Fatihah…

Baca Juga  Seni Menjadi Tidak Meledak di Dunia yang Terlalu Mudah Terbakar

Baca Juga

Dua Penulis Bali, Tan Lioe Ie dan Pranita Dewi, Masuk Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Preman Laut

Jazz Antar Benua Rasa Ubud: Catatan Pandangan Mata Hari Pertama Sthala UVJF 2025

Preman Laut

Mendaras Ulang ‘Hail to The Thief’ – Radiohead di 2025: Panggilan Terbuka Untuk Para Maling

Preman Laut
Beranda
Berita
Esai
Opini
Resensi