Denpasastra.net
Sumber Foto: Bale Bengong
Berita

Tan Lioe Ie Terbitkan Dua Buku Baru di Bawah Ladang Publishing: ‘Tubuh yang Tak Patuh Seluruh’ dan ‘Sekolah Tikus’

Sastrawan asal Bali, Tan Lioe Ie kembali menyapa pembaca dengan dua karya terbarunya yang diterbitkan oleh Ladang Publishing: sebuah kumpulan cerpen berjudul ‘Tubuh yang Tak Patuh Seluruh’ dan buku puisi ‘Sekolah Tikus’.

Kumpulan cerpen ‘Tubuh yang Tak Patuh Seluruh’ berisi 130 halaman dan dibanderol seharga Rp. 50.000,- menghadirkan narasi-narasi ganjil tentang tubuh, ketidakpatuhan, dan relasi manusia dalam lanskap sosial yang rapuh. Sementara ‘Sekolah Tikus’ berisi 156 halaman dan dibanderol Rp. 60.000,- merupakan kumpulan puisi satir yang menyoroti sistem pendidikan, kekuasaan, dan absurditas birokrasi, dengan gaya khas Tan Lioe Ie yang penuh ironi dan imaji surealis.

Ladang Publishing menawarkan keduanya dalam satu paket seharga Rp90.000 (belum termasuk ongkos kirim), membuka kesempatan bagi pembaca untuk menikmati dua sisi penulisan Tan Lioe Ie: fiksi dan puisi.

Perlu dicatat, Tan Lioe Ie selalu menawarkan sesuatu yang berbeda di setiap bukunya. Dalam Sekolah Tikus, misalnya, pembaca akan menemukan penggunaan enjambemen yang ekstrem serta setiap puisi yang memuat sub-tema, tema utama, atau bahkan “lompatan diskursif” yang mengejutkan.

Mengenal Tan Lioe Ie

Tan Lioe Ie, yang akrab disapa Yokki, adalah penyair, penulis cerpen, dan esais asal Bali yang telah aktif dalam berbagai forum sastra baik di dalam maupun luar negeri. Ia dikenal sebagai tokoh sentral dalam sastra kontemporer Indonesia dari Bali. Puisinya hadir dalam berbagai antologi nasional dan internasional, sementara cerpen dan esainya menyentuh isu sosial, budaya, hingga spiritualitas modern dengan pendekatan reflektif dan jenaka.

Yokki juga dikenal karena puisi-puisinya yang menggabungkan kata dan seni rupa. Karya sebelumnya yakni Ekphrasis, sebuah buku kumpulan puisi yang diilhami oleh karya seni visual seperti lukisan, foto, dan gambar, telah masuk daftar panjang (longlist) Kusala Sastra Khatulistiwa 2025 untuk kategori puisi. Dalam buku ini, setiap puisi lahir dari dialog dengan karya seni rupa sebagai pemantik yang menstimulasi imajinasi dan membuka ruang tafsir baru. Ekphrasis adalah upaya Yokki menghidupkan kembali tradisi puisi yang merespons karya visual secara langsung, sebuah bentuk intertekstualitas yang kini jarang ditempuh penyair Indonesia.

Baca Juga  Sejumlah Penyair Bali Tampil di Festival Seni Bali Jani 2025: Dari Wayan Jengki Sunarta hingga Wulan Dewi Saraswati

Buku Ekphrasis juga masuk tiga besar Buku Pilihan Tempo, dan menjadi salah satu buku yang direkomendasikan untuk dibaca oleh Tempo. Apresiasi terhadap karya-karya Yokki tak hanya datang dari dalam negeri, tetapi juga melalui berbagai liputan media internasional yang menyoroti sosok dan pemikirannya.

Dalam dunia cerpen, Yokki cenderung menghindari bentuk konvensional. Mayoritas cerpen dalam bukunya mendekati bentuk puisi, dan kerap “nakal” dalam menyampaikan kritik sosial, menawarkan gaya yang segar dan menantang pembaca untuk membaca dengan cara yang berbeda.

Selain menulis, Yokki juga aktif bermusik. Ia merupakan vokalis dari sebuah band puisi-musik eksperimental yang kerap tampil di berbagai panggung seperti Antida Soundgarden dan Ubud Writers & Readers Festival (UWRF). Di atas panggung, ia membawakan puisi-puisinya dalam format pertunjukan lintas medium yang mendapat sambutan hangat dari penonton internasional.

Dengan dua terbitan baru ini dan pencapaian Ekphrasis, Yokki semakin memperkuat posisinya sebagai seniman lintas disiplin yang menjadikan Bali sebagai salah satu pusat sastra aktif dalam diskursus nasional dan internasional.

Baca Juga

Sejumlah Penyair Bali Tampil di Festival Seni Bali Jani 2025: Dari Wayan Jengki Sunarta hingga Wulan Dewi Saraswati

Preman Laut

Novel ‘Menuai Badai’ Karya Juli Sastrawan Resmi Terbit

Preman Laut

Antida Sound Garden Kembali Hadir Setelah 13 Tahun

Preman Laut
Beranda
Berita
Esai
Opini
Resensi