Denpasastra.net
GP

Ketika Kepercayaan dan Budaya Menjadi Fondasi Pengalaman Nasabah

Layanan yang Tidak Terlihat, Tapi Terasa: Belajar dari Bali

Di Bali, kepercayaan bukan dibangun lewat kecepatan, melainkan lewat perhatian. Dalam komunitas-komunitas adat, hubungan tidak dimulai dengan promosi, tapi dengan pemahaman. Maka ketika lembaga keuangan masuk ke ruang hidup masyarakat, pertanyaan utamanya bukan “apa yang ditawarkan”, tetapi “apa yang mereka pahami”.

Customer experience di Bali tidak bisa disamakan dengan Jakarta. Pulau ini hidup dalam ritme yang berbeda—lebih lambat, lebih ritualistik, dan lebih terikat pada nilai-nilai kolektif. Inilah tantangan layanan keuangan: bagaimana menjadi relevan tanpa mengganggu ekosistem sosial yang sudah mapan?

Layanan Bukan Sekadar Fungsi

Dalam dunia perbankan modern, pengalaman nasabah sering didefinisikan oleh metrik: waktu tunggu, rating aplikasi, atau jumlah klik menuju transaksi. Tapi di Bali, pengalaman nasabah juga melibatkan hal-hal yang tidak terukur: nada suara staf, keberlanjutan hubungan, atau rasa hormat terhadap waktu dan tata cara setempat.

CIMB Niaga memahami bahwa keberhasilan layanan tak bisa hanya diukur dari fitur digital, tapi juga dari kemampuannya untuk membaur dengan nilai-nilai lokal. Di beberapa cabang di Bali, CIMB melatih stafnya untuk tidak hanya menjual produk, tetapi membangun dialog. Dari pelayanan rekening warisan, pendampingan usaha kecil, hingga konsultasi pembiayaan rumah adat, pendekatannya berbasis relasi.

“Kami tidak ingin dikenal sebagai bank yang sekadar efisien. Kami ingin dikenal sebagai mitra hidup masyarakat,” kata I Made Suastika, Relationship Manager CIMB Niaga Denpasar.

Customer Experience sebagai Proses Sosial

Dalam banyak budaya di Indonesia, terutama di Bali, pelayanan yang baik tidak selalu berarti cepat. Kadang-kadang, pelanggan ingin didengar lebih lama. Kadang, yang dibutuhkan bukan solusi instan, tapi keterhubungan yang tulus.

CIMB Niaga mengambil pendekatan yang menggabungkan teknologi dan kepekaan budaya. Melalui Digital Lounge di Denpasar, mereka menggabungkan layanan digital OCTO Mobile dengan konsultasi langsung yang bersifat personal. Aplikasi mungkin bisa menyederhanakan proses, tapi tidak semua keputusan bisa dilakukan sendirian. Di situlah kehadiran manusia tetap penting.

Baca Juga  Hijau yang Tak Hanya di Logo: Bagaimana CIMB Niaga Menyaring Masa Depan Lewat Pembiayaan Berkelanjutan

Membaca Budaya, Bukan Sekadar Data

Salah satu keberhasilan CIMB Niaga di Bali adalah kemampuan mereka untuk membaca konteks lokal—bukan hanya dari data statistik, tapi dari dinamika sosial. Di beberapa komunitas, misalnya, program literasi keuangan tidak diajarkan lewat seminar formal, tetapi melalui kegiatan kelompok PKK, banjar, atau koperasi desa.

Dengan menggandeng UMKM lokal dan tokoh adat sebagai mitra sosialisasi produk keuangan, CIMB memperkuat kehadirannya bukan sebagai institusi eksternal, tapi sebagai bagian dari jaringan sosial.

Refleksi: Di Mana Rasa Berperan?

Customer experience sering kali direduksi menjadi pengalaman visual dan teknis. Tapi sejatinya, ia adalah tentang rasa: apakah pelanggan merasa dilihat, didengar, dan dihargai? Dalam konteks Bali, rasa itu hadir dalam senyum yang tidak dibuat-buat, dalam sapaan yang tidak tergesa, dan dalam kesabaran untuk tidak memaksakan penawaran.

Teknologi tidak menggantikan rasa, ia hanya mempercepat akses. Dan CIMB Niaga, dengan strategi “Mobile First, Human Always”, tampaknya memahami bahwa keberhasilan layanan digital bukan pada hilangnya manusia, melainkan pada kehadirannya yang tetap terasa.

Mendekat Lewat Nilai, Bukan Sekadar Layanan

Bali bukan sekadar pasar potensial. Ia adalah ruang hidup yang memiliki hukum sendiri tentang bagaimana kepercayaan dibangun. CIMB Niaga tidak datang untuk mengubah cara hidup masyarakat, melainkan untuk menyesuaikan langkahnya dengan denyut lokal.

Di era di mana semua orang berlomba menjadi yang tercepat, Bali mengajarkan satu hal: pelayanan terbaik adalah yang paling mengerti.

Dan CIMB Niaga sedang belajar, bahwa dalam dunia layanan finansial modern, menjadi tidak terlihat—tapi terasa—adalah bentuk kehadiran paling penting.

Baca Juga

Di Balik Layar, Ada Bank yang Bekerja: Bagaimana CIMB Niaga Menjadi Tulang Punggung Gaya Hidup Digital Indonesia

Writer

Hijau yang Tak Hanya di Logo: Bagaimana CIMB Niaga Menyaring Masa Depan Lewat Pembiayaan Berkelanjutan

Writer

Kepercayaan adalah Mata Uang: Tantangan Perbankan Digital di Era Ketidakpastian

Writer
Beranda
Berita
Esai
Opini
Resensi