Saat Yudi, seorang pengusaha limbah kertas di Bali, hendak memperluas usahanya, ia dihadapkan pada satu dilema: pilih pembiayaan cepat dari lembaga nonformal dengan bunga tinggi, atau menunggu prosedur bank yang sering terasa berbelit?
Jawabannya datang dalam bentuk yang tak ia duga: pendanaan hijau dari CIMB Niaga. “Saya pikir bank hanya mau dananya mutar di perusahaan besar,” katanya. “Tapi waktu saya dikenalkan dengan skema sustainability-linked financing, saya sadar… ternyata bank bisa berpihak.”
Uang yang Tidak Netral
Dalam dunia yang terancam krisis iklim, tidak ada uang yang netral. Setiap rupiah bisa menjadi bagian dari solusi—atau memperparah masalah. CIMB Niaga menyadari ini lebih awal daripada banyak lembaga keuangan lain di Indonesia.
Sejak 2019, mereka menetapkan Sustainable Finance Framework dan secara konsisten mendorong pembiayaan yang berpihak pada lingkungan dan masyarakat. Pada laporan tahunannya, CIMB mencatat bahwa hingga akhir 2023:
- Mereka telah menyalurkan lebih dari Rp 50 triliun untuk sektor-sektor berkelanjutan, termasuk energi terbarukan, pengelolaan limbah, transportasi hijau, dan inklusi sosial.
- Komposisi pembiayaan hijau mereka terus meningkat, dengan target 2024 mencapai 50% dari total portofolio baru.
- Mereka juga menghentikan pendanaan untuk proyek berbasis batubara baru—menjadi salah satu pionir di Asia Tenggara. (Sustainability Report CIMB Group 2023)
Proyek yang Disaring, Bukan Ditutup Mata
Berbeda dari pendekatan “asal untung”, CIMB Niaga menerapkan Environmental & Social Risk Assessment (ESRA) dalam menyaring proyek-proyek yang mereka biayai. Proyek perkebunan, pertambangan, bahkan perumahan kini melewati mekanisme uji dampak lingkungan sosial secara menyeluruh.
“Kami percaya bahwa keputusan keuangan hari ini akan membentuk ekosistem hidup generasi mendatang,” ujar John Simon, Head of Sustainable Banking CIMB Niaga. “Kami tidak sekadar memberikan dana, tapi juga bertanggung jawab pada dampaknya.”
Menjangkau yang Kecil, Tapi Penting
CIMB Niaga juga menghadirkan program untuk UMKM yang berorientasi keberlanjutan, termasuk usaha daur ulang, pertanian organik, dan produk lokal berjejak rendah karbon. Mereka bekerja sama dengan lembaga pendamping dan inkubator sosial untuk memastikan bantuan tidak hanya berupa dana, tapi juga pelatihan dan literasi finansial.
Seperti yang dialami oleh Yudi, “Mereka bukan cuma kasih pinjaman. Mereka kasih wawasan—tentang cara kerja bank, cara bikin laporan keuangan, bahkan cara menghitung jejak karbon produksi saya. Itu baru namanya partner.”
Ketika Keberlanjutan Jadi Model Bisnis, Bukan Slogan
Dalam dunia yang cepat berubah, banyak perusahaan menjadikan sustainability sebagai bagian dari citra. Tapi CIMB Niaga memilih menjadikannya bagian dari struktur bisnis—dengan indikator nyata, pelaporan transparan, dan komitmen jangka panjang.
- Mereka menerapkan Sustainable Procurement Policy untuk memilih vendor ramah lingkungan.
- Mereka mempromosikan eco-conscious employee culture lewat program internal dan digital engagement.
- Mereka menjadi anggota aktif dalam United Nations Principles for Responsible Banking (UN PRB).
Uang yang Menghijaukan, Bukan Menyayat
Ketika kita bicara tentang keberlanjutan, kita sering bicara tentang masa depan. Tapi untuk CIMB Niaga, keberlanjutan bukan janji nanti—tapi komitmen hari ini.
Mereka menunjukkan bahwa bank bukan hanya tempat menyimpan uang, tapi tempat menyaring keputusan. Dan dari sana, tumbuh kepercayaan: bahwa ekonomi bisa maju tanpa mengorbankan bumi, dan bahwa hijau bukan cuma warna di logo—tapi prinsip di jantung keputusan.